ASA YANG TERTUNDA





ASA YANG TERTUNDA

Devi Milasanty

 

            Enam tahun yang lalu aku tinggalkan kota ini dalam keadaan terluka. Pedih yang tiada tara saat kau mulai meninggalkan aku bunga yang telah layu. Hubunganku dengan Arka kumulai saat aku memasuki kelas XI di tingkat SMA. Dia selalu ramah dan baik kepadaku. Menerima kekuranganku yang berasal dari keluarga kurang mampu. Setiap hari Arka selalu menjemputku untuk berangkat dan pulang sekolah. Semua terasa indah dan ringan. Suatu hari, Arka bercerita tentang cita-citanya.

            “Sekar aku mau mendaftar sebagai Satria Merah Putih untuk wilayah Kota”

“Wah … bagus sekali kamu akan meningkatkankarir mu, jangan khawatir aku tetap mendukungmu” kataku gembira karena profil dia pas untuk menjadi Pasukan Satria Merah Putih dan bisa jadi dia bisa terpilih menjadi yang terbaik untuk mewakili kota ke propinsi.

            “Nanti kalau latihan, kamu ikut ya …!” ajak Arka. Aku mengangguk cepat dan tersenyum lalu kami berpelukan penuh bahagia. Selama sebulan latihan sebelum hari H, aku selalu ikut dan mendampinginya sampai malam pukul 21.00WIB.

            Pada suatu hari setelah Arka bertugas, tiba-tiba mamanya Arka datang ke rumahku. Kami memang sudah pernah bertemu.

“Mbak sekar, maaf ya Tante mau membicarakan tentang Arka”

“Iya tante ada apa ya?”

“Arka sekarang sudah kelas XI dan siap untuk mengikuti pelatihan khusus untuk masuk ke dalam akademi … tolong mbak Sekar tidak minta dijemput lagi,” Hatiku tiba-tiba menciut senyum diwajahku terasa beku, marah, malu saat itu yang kurasakan.

“Tapi tante, saya tidak minta Arka menjemput namun Arka yang minta ditemani untuk beli apapun,” kataku sedikit berbohong bahwa hubunganku bukan terbatas hanya itu saja.

“Maksud tante tolong jauhi Arka ya … tante tidak mau karir Arka terhambat karena istilahnya punya hubungan dengan wanita,” terang mamanya Arka dengan tegas.

“Baiklah, saya akan ngobrol dengan Arka sendiri karena yang menjalin hubungan kami” Kataku sarkras dengan mamanya Arka. Lalu aku berdiri dan pergi masuk rumah.

Sejak itupun Arka sudah tidak bisa kuhubungi lagi. Saat aku ke rumahnya, selalu tutup. Duniaku serasa runtuh hari itu. Seperti yang kusampaikan aku bunga yang telah layu. Yang percaya hanya dengan kata manis seorang laki-laki yang masih berdiri dibawah mamanya. Dalam kekalutan dan dalam kebingungan melihat Arka sama sekali tidak menoleh ke arahku waktu disekolah. Terpikirlah dihatiku membuat akun fake dan menyabarkan berita tentangku dan diri Arka yang sebenarnya. Tiba-tiba ada wa dari Nomor Arka yang selama ini tidak bisa kuhubungi.

“Sekar aku kangen pengen ketemu” katanya. Aku tersenyum gembira. Lalu dia datang ke rumahku yang kebetulan sepi dan sering aku sendiri. Disitu kami meluapkan rasa rindu kami namun diakhiri dengan pertengkaran. Ternyata pertemuan ini dilakukan untuk merayuku agar tidak mencarinya lagi dan tidak menyebarkan berita tersebut karena dia mau masuk di Akademi. Hatiku semakin sakit dan tidak menerima. Namun Arka berjanji kalau sudah lulus di Akademi dia akan datang melamarku. Akupun gembira.

Kebahagiaanku berakhir saat lulus akademi dia tidak melamarku namun sudah dijodohkan dengan wanita lain oleh keluarganya.

Dalam kebingungan aku melarikan diri ke kota lain karena rasa malu dan pedih menjadi bunga layu. Semakin terpuruk aku tidak bisa melupakan Arka dan menjadi sedikit gila sehingga orangntuakupun membawaku ke psikiater untk memberikan kesembuhan atas lukan batin yang kualami.Di Kota Bekasi aku sendirian dan berobat ke psikiater.

Dalam proses berobat ada kegiatan instropeksi diri melalui kegiatan agama. Mellaui kajian agama yang kuikuti dari proses konseling memberikan perubahan ketenangan. Meskipun aku berobat ke paikater, namun nalarku masih berjalan dan tetap kuliah secara online serta bekerja menajdi kasir di took dekat tempat kostku. Tanpa kusadari dari proses konseling aku belajar bahwa manusia pernah membuat salah namun jika sudah tahu dan memperbaiki maka aka nada perubahan positif.

“Assalamualaikum mama, Dani pulang …” teriak bayi kecilku sambil berlari kearahku dan memelukku. Usianya masih 2 tahun. Yach 2 tahun yang lalu aku sudah menyelesaikan masalah dengan Arka. Dan kubuka htiku dengan Mas Hamdan yang perhatian dan lebih membawaku kepada Alloh SWT kembali. Mas Hamdan tersenyum dan berjalan kearahku. Mereka berdua pulang dari Masjid didekat rumah orang tuaku. Hatiku benar-benar sudah kuat dan bisa melipukan Arka. Bahkan aku sudah tidak perduli kepada kelaurga Arka yang hancur akrena perselingkuhan Arka. Aku hanya berterima kasih karena dia telah membuat jalan aku bertemu dengan Mas Hamdan dan Daniku.

 

“Aku belajar berdamai, Dengan luka dan kenangan”

“Menangis bukan lemah ,Tapi bagian dari perjalanan”

“Hidup ini sebuah perjalanan maka berjalanlah terus”


 

Komentar