EPILOG

 

Akhirnya aku bisa bersamamu memandang langit dan bintang bersama, setelah perjuangan panjang antara aku dan dirimu tuk menyatukan kata dan hati yang tak kunjung bersatu.

“Dik Arini, sedang melamun apa?”

“Tidak mas, hanya menikmati pemandangan dan udara yang kurasa sejuk,” kataku sambil tetap duduk diberanda meskipun  aku merasa dingin sekali. Dia tersenyum lalu menyelimuti pundakku dengan jaket yang dipakai.

“Masuk yuks nanti dingin loh… entar mas dapat tugas baru tuk melukis,” kata mas Fahmi dengan tersenyum khas yang membuatku tentram.

“melukis? Duch jadi malu mas,” kataku sambil menutup mata.

“Kenapa malu? Sekarang kita sah bisa saling lihat loh”

“Sudah jangan omongi itu malu … aku malu mas” mas Fahmi hanya tersenyum lalu mengambil susu disebelahku. Dan menggeser dudukku.

“nich susu coklat panas dinikmati dalam udara dingin” katanya sambil menyodorkan secangkir susu kepadaku.

“Terima kasih mas” lalu ku teguh habis susu hangat yang masuk dalam kerongkonganku dan menghangatkan badanku lalu kuberikan lagi cangkirnya. Saat ini dia memluk pundakku dan duduk disebelahku.

“ sekarang kita buang semua tentang masa lalu, kita tatap amsa depan bersama ya” kata mas Fahmi .

Aku hanya mengangguk menikmati pelukan hangatnya. Kusandarkan kepalaku ke pundaknya. Dan kami melihat bintang-bintang dan keramaian di kota ini dari beranda hotel yang kebetulan menghadap jalan raya.

 

Komentar