KIAT MENGELOLA MARAH



 

Marah?!
Siapapun diantara kita pasti pernah marah. Pemicu marah yang paling umum (universal) adalah adanya perasaan berbahaya. Ancaman yang dimaksud bukan saja berupa ancaman fisik langsung, melainkan seperti yang sering terjadi, yaitu berupa ancaman simbolik yang menyinggung harga diri atau martabat, misalnya diperlakukan tidak adil, dikasari, dicacimaki, diremehkan, atau frustrasi setelah mengejar target penting. Dengan kata lain marah timbul karena batas-batas emosi yang kita miliki telah terganggu atau terancam.


Lalu apa sebenarnya marah itu?!
Marah dapat dikatakan sebagai reaksi kuat atas sesuatu yang tidak menyenangkan dan mengganggu pada seseorang. Ragamnya mulai dari kejengkelan ringan sampai angkara murka dan mengamuk.
Marah juga dapat dimaknai sebagai bentuk emosi negatif, emosi yang memiliki daya dorong yang sangat kuat untuk bertindak sesuai dengan emosi tersebut, yakni tindakan agresif.

Dalam menyikapi marah, ada seseorang yang bereaksi begitu berlebihan ketika emosinya tersinggung lalu marah besar, ada juga yang mungkin mengekpresikan marah dengan mengumpat-umpat tak berhenti, dan yang lainnya mungkin mengekspresikan marah hanya dengan diam dan menggerutu dalam hati.

Reaksi terhadap apa yang membuat kita marah, akan menentukan kelas kita. Pernah ada yang mengatakan bahwa siapapun yang membuat kita marah, berarti dia telah mengalahkan kita. Kemarahan kita acapkali lebih tinggi daripada nilai yang menyebabkan kita marah, sehingga kita sering bereaksi berlebihan. Namun apabila kita dapat menyadari kerugian yang disebabkan dari reaksi kemarahan kita, maka kita akan bisa lebih berhati-hati dalam bereaksi terhadap segala sesuatu. Sikap hati-hati ini yang dapat membimbing kita menjadi orang yang sabar.

Tahukah Anda apa saja kerugian kalau kita suka marah atau menjadi seorang yang pemarah?!
Diantara kerugian yang kita peroleh dari sifat pemarah ini antara lain: memperpendek umur, karena marah dapat mendatangkan banyak penyakit berbahaya, seperti: serangan jantung dan tekanan darah tinggi, depresi, arthritis, ketergantunagn pada obat dan alkohol serta obesitas, kanker payudara bagi perempuan. Sedangkan secara sosial; seorang pemarah akan dijauhi orang lain, tidak disukai, dan kehadirannya tidak diharapkan.

Lalu bagaimana cara kita mengelola rasa marah sehingga tidak menyebabkan penyakit fisik yang akan banyak merugikan kita?

Ada beberapa pilihan cara dalam mengelola marah, antara lain:
pertama, kenali dulu penyebab kemarahan. Jika penyebabnya adalah orang, sementara karena berbagai sebab kita tidak dapat mengungkapkannya secara langsung pada yang bersangkutan, maka cobalah untuk mendiskusikannya dengan orang lain yang bisa kita percaya. Tapi awas! Jangan bergunjing tentang orang yang sedang membuat kita sebal itu. Sama saja bohong. Alih-alih meski sulit, cobalah berdiskusi dengan lebih obyektif tentang masalah yang ada. Ini akan sangat membantu.

Kedua, miliki buku harian. Catat setiap hal yang membangkitkan kemarahan kita: apa, siapa, siapa saja yang menyaksikan situasi tersebut, dan apa pendapat kita tentang objek yang membuat kita marah tersebut. Selain itu catat pula reaksi yang muncul dan berapa lama perasaan marah itu bertahan. Ada baiknya juga mencatat mood kita sendiri sebelum pemicu marah itu muncul. Jika ini dilakukan secara teratur, terutama kalau kita tergolong orang yang gampang marah , maka dalam beberapa waktu kemudian kita akan dapat mengenali pola marah kita. Dengan begitu kita bisa lebih gampang mengelolanya setiap kali perasaan itu muncul lagi. Akhirnya tak perlu lepas kendali jika ada sesuatu yang menjengkelkan terjadi.
Ketiga, tarik nafas dalam dan hitung pelan-pelan sampai 10 atau 20. tujuannya adalah memberikan waktu bagi diri sendiri untuk merefleksikan keadaan: layak atau tidak mengekspresikan kemarahan. Jika cara ini tak berhasil, tinggalkan saja dulu tempat atau orang yang membuat kita marah itu. Berdiam dan berdoa (dalam hati), atau sekedar jalan-jalan cari angin sangat membantu menetralkan perasaan. Kita juga akan lebih mudah membuat pemakluman terhadap sesuatu atau seseorang yang menjengkelkan kita. ” mungkin dia sedang punya masalah”, dan sejenisnya.

Keempat, ketika kita marah dalam kondisi berdiri, maka duduklah. Ketika sedang duduk, berbaringlah. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa secara postural atau kondisi fisiologis posisi tubuh, seseorang yang ketika marah sedang dalam posisi berdiri tentu memerlukan energi pemompaan darah ekstra agar aliran darah dapat mencapai otak dengan optimal. Semakin berkurang asupan oksigen yang dibawa darah ke otak, akan semakin sulit seseorang mengaktifkan system pengendalian dirinya. Demikian pula ketika kita duduk, efek gravitasi yang harus kita lawan. Sedangkan bila kita berbaring maka aliran darah menuju otak akan sama baiknya dengan yang didistribusikan ke seluruh tubuh. Inilah tips praktis dari Rosulullah SAW.

Kelima, ambil air wudhu dan lakukan sholat sunnah dua rokaat. Dengan membasuh sebagian anggota badan kita dengan air wudhu maka akan dapat meredam kemarahan kita. Karena marah adalah berasal dari syetan dan syetan tercipta dari api. Maka dengan kita membasuh sebagian anggota badan kita dengan air mudhu dan dilanjutkan dengan sholat sunnah 2 rokaat, maka akan dapat mengurangi bahkan menghilangkan rasa marah yang merasuk di hati kita. Jika cara ini dipraktekkan dengan benar maka hasilnya akan cespleng.

Keenam, redam dengan dzikir. Dzikir sangat efektif meredam marah dan membuat hati tenang. Dengan dzikir dan memilih proses marah yang tepat, marah akan diwarnai hormon serotonin dan endorphin serta feniletilamin, alias hormon sabar, bahagia, dan sayang. Kapan kelompok hormon ini dapat dioptimalisasi sempurna? Bagi ahli sholat, proses ini dapat berlangsung setiap saat. Namun bagi kita yang baru “belajar” sholat, maka waktu idealnya adalah ba’da ashar sampai menjelang maghrib. Pada saat itu tirani batang otak dan anak ginjal dengan adrenalin dan kortisolnya mencapai titik balik penurunan. Bila semula dari pagi sampai siang hari mereka mendominasi, maka di sore hari saat matahari mulai terbenam kelompok hormon nafsu ini mengendur aktivitasnya. Kita tidak lagi terbelenggu oleh konsep “keakuan” yang kental dan merasa “ketakutan” bila harga diri kita ternodai pihak lain. Kesadaran kitapun akan naik.

Ketujuh, berolahraga. Dengan cara ini energi yang sedianya kita “sediakan” untuk memarahi orang lain bisa mendapatkan penyaluran yang menguntungkan diri kita. Badan sehat dan pikiran longgar, enakkan?


Demikian beberapa kiat mengelola rasa marah.
Semoga bermanfaat dan Selamat mencoba.
(Sumber: UPT BK Malang)


Komentar

  1. Membaca tulisan ini jadi mengingatkan diri untuk tidak asal melampiaskan amarah.

    BalasHapus
  2. Membaca artikel ini saya jadi tau cara mengatasi amarah dengan baik

    BalasHapus

Posting Komentar