AKU CEMBURU

 

sumber foto: wattpad.com

Part 1

“Aku mencintainya …,” kata Fahri pelan tetapi serasa Guntur bergemuruh ditelingaku. Aku diam terpaku antara mau senyum atau kecewa. Tiba-tiba Fahri mendongak menatapku dengan tajam.

“Apa aku salah kalau aku mencintainya, Rin?,” Tanya Fahri seperti mencari kepastian dimataku. Aku tahu siapa yang dibicarakannya, karena aku tahu semuanya. Tapi saat mendengar sendiri dari mulut Fahri, rasanya sesak itu tidak bisa kuhadang dengan kewarasan pikiranku. Aku menggeleng dan tersenyum yang kupaksa meskipun klise.

“Tidak ada yang salah, tapi apa salah mbak Jihan? ,” kugantung kalimatku.

“Tidak … Jihan tidak salah … aku … entahlah aku tidak bisa melupakannya … ,” Kata Fahri frutasi dan mengacak rambutnya sesaat.

“Ri, aku gak bisa omong apa-apa, tapi pesenku satu yang kamu rasa sesuai tempatnya tidak? Mengapa ? itu semua bisa kamu jawab sendiri, aku sebagai orang luar gak bisa menyalahkan sekaligus menghakimi rasa salahmu itu … cuman mbak Jihan ya dipikirkan. Ayyin tahu perasaanmu?,” tanyaku setelah harus tarik nafas dan menghembuskan.

“Aku … senang jika berbicara dengan Ayyin, dia asyik dan nyambung kalau bercerita, aku merasa diperhatikan.” Terang Fahri mungkin menerawang membayangkan Ayyin. Kuhembuskan nafas dengan kesal melihat Fahri bercerita dengan berbinar.

“Ach … sudahlah, besok kita siapkan presentasi dengan baik ya … pokok jangan sampai ada yang kurang,” Lalu Fahri tersenyum dan menata bukunya dengan masih tergantung hatinya. Aku mengangguk dan pergi ke mejaku sendiri untuk menyiapkan perlengkapan untuk keperluan besok.

Pikrianku terus terganggu dengan pengakuan Fahri. Padahal Fahri sudah menikah dengan mbak Jihan. Memang sich Ayyin itu masih muda dan energik. Sementara mbak Jihan lemah lembut, dan aku hanya pungguk merindukan bulan. Pernah sich terbesit merusak hubungan Fahri dengan mbak Jihan karena aku tahu Fahri butuh perhatian dikantor dan aku merasa Fahri sering memperhatikanku dari hal kecil-kecil. Itu membuat mataku sellau tertuju padanya, namun aku menahan diri karena Fahri sudah ada yang punya dan sah. Masalah dia dan mbak Jihan kadang dia ceritakan padaku, kupikir inilah saat tepat untuk masuk dan lagipula aku sudah putus dengan pacarku. Mbak Jihan itu baik, lemah lembut dan tak suka menonjol. Setiap acara gathering Fahri jarang mengajak Mbak Jihan. Malah aku yang diajak pergi. Kedekatan Fahri dan Ayyin terjadi saat aku ditugaskan keluar kota selama 1 bulan dan setelah itu aku sakit. Kupikir biasa-biasa saja ternyata seperti ini. Ayyin dulu jarang berada 1 tim dengan aku dan Fahri, tetapi karena mbak mia yang operator pindah ke kantor pusat, Ayyin ditarik masuk tim kami dan mulailah kedekatan itu.

Pukul 16.00 tepat waktunya pulang, tapi hujan sangat deras. Ako menoleh kanan kiri mencari fahri dan ketemu, dia berdiri sambil melihat jam tangannya gak jauh dariku. Saat aku mau melangkah mendekatinya…

“Fahri, gak bawa payung? ayoh pakai payungku bersama sampai halte!,” Ajak Ayyin kuwes sekali. Dan Fahri tersenyum menyambut paying Ayyin dan melangkah bersaam menuju Halte untuk naik KRL bersama. Dadaku bergemuruh dan ingin menangis tapi mau apa lagi, aku melangkah gontai menuju halte dengan mendekap tas kecilku agar tidak kebasahan. Untungnya tidak hanya aku yang kehujanan ada beberapa karyawan dari kantor juga berlari-lari menuju halte. Sebenarnnya aku juga kenal mereka karena 1 tim dan aku juga pernah dekat dengan Ayyin saat dia masih dengan kekasihnya. Ayyin curhat denganku karena perasaannya dengan kekasihnya tidak bisa digantikan sampai akhirnya kekasih Ayyin meninggal karena kecelakaan. Ayyin bahkan bersumpah menjadi biarawati saja. Sudah setahun sejak kejadian itu dan semua cerita berubah, Ayyin menjadi lebih ceria dan bersinar.

            Aku melirik mereka dari jauh, lalu kuhembuskan nafasku dengan keras dan kupandangi jalur KRL yang belum juga datang. Lalu tiba-tiba ada jaket bersandar dipundaku dan kutoleh kesamping …

“Pram,” sapaku terkejut dan rasanya canggung.

“Pakai saja, dingin, aku betulan saja lewat dan mau pulang juga,” katanya. Aku diam dan kubetulkan jaketnya. Tercium aromanya sangat maskulin, sedetik aku berharap. Kugelengka kepalaku agar menghilangkan bayang-bayang masa lalu.

“Kalau gak bawa payung ya jangan dipaksa hujan-hujan, bisa kena flu,” Kata Pram lagi.

“Iya,” kataku lirih. Pram adalah mantan kekasihku. Yang membuat putus bukan dia tapi aku yang tidak bisa menetapkan hati dengan baik. Tapi dia juga sich … tidak mau merubah kebiasaan buruknya.


Komentar

  1. Konflik di sekitar kantor memang selalu ada ya kak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya karena kita tidak tahu apa itu hati didalam hati orang ... jadi hati-hati dengan hati ... lanjut tidak enaknya...

      Hapus

Posting Komentar