KEBERAGAMAN PESERTA DIDIK


 

Keberagaman peserta didik  di kelas inklusif memiliki karakteristik tersendiri, baik  pada peserta didik reguler maupun pada peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). Keberadaan PDBK dipayungi Undang Undang Dasar 1945 pasal 31, ayat 1 mengamanatkan bahwa; “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan ayat 2; setiap  warga  Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dengan demikian, peserta didik dalam kelas walaupun berbeda keyakinan, fisik, gender, latar belakang keluarga, harapan, kemampuan, kelebihan peserta didik memiliki hak untuk belajar.

            Implementasi di kelas, guru secara perlahan dan pasti memberikan penanaman sikap simpati dan empati kepada peserta didik reguler bahwa dalam masyarakat itu memiliki karakteristik keragaman bentuk, keyakinan, sosial, dan karakter peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan  demikian, ciptakan  susana  kebersamaan  dalam  berbagai aktivitas  agar seluruh peserta didik membaur dan saling interaksi, sehingga akan tampak mereka bersosialisasi dan saling tolong menolong antarsesama.

            Penamaan istilah peserta didik kepada peserta didik di sekolah dewasa ini sudah tepat, mengingat cara pandang ini yang lebih positif dibanding dengan istilah “murid atau peserta didik”. Hal ini, kata peserta didik dapat mengakomodasi keberagaman peserta didik dalam melihat kebutuhannya. Kebearagaman peserta didik di sekolah inlklusif adalah suatu kenyataan yang untuk dibuat sebagai sesuatu yang aneh akan tetapi keberagaman peserta didik tersebut harus menjadi sebuah tantangan bagi guru untuk memberikan layanan pembelajaran akomodatif bagi setiap peserta didik. Peserta  didik  reguler maupun peserta didik  berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama untuk memperoleh layanan pembelajaran dalam upaya mencapai kualitas hidup.

Ada empat indikator kualitas hidup bagi setaip peserta didik, yakni sebagai berikut:

1.         To   Live,   setiap   peserta   didik   di   sekolah   inklusif   memilki   hak   untuk   hidup mengembangkan potensi dirinya, tanpa harus terhalangi atau dibatasi oleh kondisi hambatan yang dimilikinya. Peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusif tidak boleh  dibiarkan hanya sebagai pelengkap kuota kelas inklusif”, tetapi keberadaan peserta didik di kelas inklusif harus menjadi tantangan bagi guru untuk berkreatif dalam mengembangkan layanan pembelajaran akomodatif.

2.         To Love, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus merasa terlindungi, mengikuti kegiatan pembelajaran dan aktivitas sekolah lainnya secara ramah, nyaman dan tidak dibiarkan mendapat bully dari peserta didik lainnya. Bahkan guru harus mengembangkan sikap saling menyayangi, mencintai sebagai sesama warga sekolah.

3.         To Play, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus memperooleh kesempatan yang sama untuk mengikuti aktivitas belajar secara aktif dan bermain di sekolah, seperti dalam diskusi kelompok, kegiatan ekstrakurikuler, dan perlombaan yang diadakan sekolah. Peserta didik berkebutuhan khusus harus memperoleh hak yang sama untuk memperoleh kesempatan aktivitas permainan di kelas dan lingkungan sekolah.

4.         To Work, setiap peserta dididk di sekolah inklusif memperoleh hak yang sama untuk mengembangkan dirinya dalam upaya mengembangkan potensi dirinya untuk nantinya menjadi individu yang mandiri dalam memasuki dunia kerja. Peserta didik berkebutuhan khusus tidak boleh dihadirkan di kelas hanya sebagai pelengkap penderita” akan tetapi harus diberikan layanan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan layanan pendidikannya.

Jenis Hambatan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus

Anak Berkebutuhan Khusus dengan Hambatan Sensorik

Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan sesuai dengan jenis hambatan yang dialami. Anak berkebutuhan khusus menurut Gunawan (2011) yaitu sebagai berikut.

1.         Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)

Anak dengan hambatan penglihatan menurut Gunawan (2011) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan sedemikian rupa, sehingga membutuhkan layanan, khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya. Dilihat dari sisi kependidikan dan rehabilitasi peserta didik hambatan penglihatan adalah mereka yang memiki hambatan penglihatan sehingga menghalangi dirinya untuk berfungsi dalam pendidikan dan  aktifitas  rehabilitatif tanpa  menggunakan  alat  khusus, material khusus, latihan khusus, dan atau bantuan lain secara khususklasifikasi gangguan penglihatan berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan dan dalam perspektif pendidikan menurut Gunawan (2011) dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok low vision dan hambatan penglihatan total (Totally Blind).

2.     Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)

Banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang mengalami kehilangan/gangguan pendengaran. Salah satunya menurut Nakata dalam Rahardja (2006) yang mengungkapkan bahwa anak dengan hambatan pendengaran atau anak tunarungu adalah mereka yang mempunyai kemampuan mendengar di kedua telinganya hampir  di atas  60  desibel, yaitu mereka  yang  tidak  mungkin atau  kesulitan  secara signifikan untuk memahami suara pembicaraan normal meskipun dengan mempergunakan alat bantu dengar atau alat- alat lainnya. Tunarungu merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan kehilangan pendengaran yang dialami seseorang. Dalam bahasa Inggris terdapat istilah  hearing impairment, istilah ini menggambarkan adanya kerusakan atau gangguan secara fisik.

3.     Anak dengan Hambatan Intelektual (Tunagrahita)

Menurut Gunawan (2011) anak mengalami hambatan intelektual adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental-intelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Mereka memerlukan layanan pendidikan khusus. Anak mengalami hambatan intelektual ialah anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Berbagai istilah yang dikemukakan mengenai anak mengalami hambatan intelektual, selalu menunjuk pada keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum berada di bawah usia kronologisnya secara meyakinkan sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.

4.     Anak dengan Hambatan Fisik (Tunadaksa)

Ada berbagai macam definisi tentang anak yang mengalami gangguan gerak, tergantung dari siapa dan sudut mana melihatnya. Nakata (2003) dalam Djadja R, (2006) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan gangguan gerak adalah:

a)   Mereka yang tingkat kecacatan fisiknya mengakibatkan mereka mengalami kesulitan yang berat atau ketidakmungkinan melakukan gerak dasar dalam kehidupan sehari-hari seperti berjalan dan menulis meskipun dengan memgunakan alat-alat bantu pendukung.

b)    Mereka yang tingkat kecacatan fisiknya tidak lebih dari nomor 1 di atas yang selalu memerlukan observasi dan bimbingan medis.

Anak gangguan gerak, dilihat dari persentase anak berkebutuhan khusus yang lain, termasuk kelompok yang jumlahnya relatif kecil yaitu diperkirakan 0,06% dari populasi anak usia sekolah. Sedangkan jenis kelainannya bermacam-macam dan bervariasi, sehingga permasalahan yang dihadapi sangat kompleks.

5.         Anak dengan Hambatan Lainnya

Anak dengan Gangguan Perilaku dan Emosi, Secara umum anak hambatan perilaku dan emosi (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

·         Cenderung membangkang.

·         Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.

·         Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu.

·         Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum.

·   Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah sering bolos jarang masuk sekolah.

Anak Autis, Autisme berdasarkan Individuals with Disabilities Education (IDEA) yang dikutip oleh Rahardja (2006) adalah kelainan perkembangan yang secara signifikan berpengaruh terhadap komunikasi verbal dan non verbal serta interaksi sosial, umumnya terjadi pada usia sebelum tiga tahun, yang berpengaruh buruk terhadap kinerja pendidikan anak. Karakteristik yang lain sering menyertai autisme seperti melakukan kegiatan yang berulang-ulang dan gerakan stereotip, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan dalam rutinitas sehari- hari, dan memberikan respon yang tidak semestinya terhadap pengalaman sensori.

Anak Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa, Anak yang memiliki potensi kecerdasan istimewa (gifted) dan anak yang memiliki bakat istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas kemampuan anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan khusus.

Kesulitan Belajar Spesifik (Disleksia, Diskalkulia, Disgrafia), Anak yang mengalami learning disabilities (LD) atau Specific Learning Diificulties (SLD) secara umum dapat diartikan suatu kesulitan   belajar pada anak yang ditandai oleh ketidakmampuan dalam mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya dan berdampak pada hasil akademiknya.   Kesulitan belajar me rupakan  hambatan  atau  gangguan belajar pada anak atau remaja yang ditandai a danya kesenjangan yang s ignifikan antara ta raf intelegensi dan kemampuan akademik yang seha rusnya dicapa i oleh anak seusianya.

Komentar